Rabu, 30 Juli 2008

Reformasi Bukan Revolusi

TAJUK RENCANA
Dikutip dari Harian KOMPAS, Kamis, 31 Juli 2008, halaman 06.

Apa yang membangkitkan komparasi itu? Perasaan kecil hati ketika kita membaca banyaknya anggota DPR yang menerima dana dari Bank Indonesia.
Sebelumnya, media memaparkan jumlah kasus korupsi yang dibawa ke pengadilan dan kasusnya tersebar luas di semua provinsi sehingga memberi kesan merata ke seluruh negeri. Padahal, sementara itu, gerakan dan tindakan hukum antikorupsi semakin gencar pula. Muncul pertanyaan dan gugatan diri, apa makna dan dampak reformasi jika penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan lewat korupsi begitu marak?
Perasaan kecewa, kecil hati, dan terpukul harapan itulah yang mendorong kita membuat perbandingan antara reformasi dan revolusi. Maksudnya agar duduk perkara dan proporsinya jelas dan kita tetap bersemangat melanjutkan reformasi.
Revolusi dipahami sebagai perubahan fundamental secara radikal, serentak, dan cenderung disertai kekerasan. Reformasi adalah perubahan yang bisa juga mendasar, tetapi tidak sekaligus serentak, melainkan cenderung damai tanpa disertai kekerasan. Makan waktu, bertahap, tanpa kekerasan tetapi konsisten.
Apakah jika reformasi ditempatkan pada konotasi pengertian di atas, kita lantas boleh puas dan sabar dengan beragam penyimpangan dan pelanggaran yang hampir berupa skandal itu? Di antaranya, yakni meratanya korupsi serta beragam skandal kasus dan pengadilan korupsi akhir-akhir ini?
Jelas, kita tidak boleh puas dan justru harus terhinggapi perasaan heran, gemas, serta protes seperti yang kita rasakan ini. Namun, pada waktu yang sama, perlu menangkap perbedaan antara revolusi dan reformasi.
Reformasi bukan perubahan mendasar dan radikal yang mendadak sontak seraya menjungkirbalikkan semua nilai lama. Reformasi tetap suatu perubahan yang makan waktu tetapi konsisten, yang tak sekaligus mendadak sontak, tetapi bertahap serta serius disertai tujuan dan kriteria yang jelas tanpa disertai kekerasan.
Dalam konteks pengertian reformasi, kita pada tempatnya heran dan gemas terhadap berbagai kasus yang sepertinya memberikan kesan tak berdayanya reformasi dan masa depannya gerakan pembaruan tersebut. Namun, serentak dengan sikap dan perasaan itu, kita juga paham bahwa memanglah makan waktu dan jatuh bangun tetapi masih dalam kerangka reformasi itu.
Lagi pula, jangan juga kita alpakan keberhasilan dibangunnya institusi peradilan dan efektivitas kinerja institusi itu. Yakni, institusi KPK yang berhasil mengungkap kasus korupsi dan membawanya ke pengadilan.
Hal itu menimbulkan reaksi dan perasaan ganda, terkejut dan kecewa, karena masih begitu banyak terjadi korupsi dalam periode reformasi, tetapi sekaligus menunjukkan betapa KPK telah berhasil mengungkap dan mengadili kasus korupsi secara begitu efektif.
Dalam kaitan itulah kita katakan, reformasi bukan revolusi. Reformasi harus jalan terus!

Tidak ada komentar: