Kamis, 31 Juli 2008

Penonaktifan Dipertimbangkan

Korupsi Berdampak Serius pada Lembaga DPR
Dikutip dari Rubrik Politik & Hukum di Harian KOMPAS, Kamis, 31 Juli 2008, halaman 02.

Jakarta, Kompas - Terungkapnya 52 nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menerima dana Bank Indonesia di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Senin lalu, berdampak serius pada lembaga. Pimpinan DPR akan mengundang pimpinan fraksi dan Badan Kehormatan untuk mengambil sikap, termasuk kemungkinan penonaktifan anggota yang terlibat.
”Ini menimbulkan dampak serius bagi DPR karena jumlahnya banyak dan melibatkan hampir semua fraksi,” ucap Ketua DPR Agung Laksono, Selasa (29/7).
Selama ini, dalam menyikapi para anggota Dewan yang terlibat dalam kasus dana BI, pimpinan DPR hanya menunggu proses hukum. Namun, kali ini pimpinan DPR tampaknya akan mengambil langkah lebih tegas.
Ketika ditanya pers apakah anggota Dewan yang terlibat akan dinonaktifkan, Agung yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar mengatakan tidak menutup kemungkinan. ”Kita lihat nanti, meskipun tidak tertutup kemungkinan. Saya belum bisa bicara sekarang karena belum dibicarakan dengan pimpinan fraksi dan BK (Badan Kehormatan),” ujarnya.
Membantah
Mantan anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Golkar, Baharuddin Aritonang, yang sekarang menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan, menegaskan, dia sama sekali tidak tahu-menahu soal dana BI tersebut. Dia juga menyatakan tidak menerima dana tersebut.
”Saya tidak ikut Pansus UU Bank Indonesia maupun Panja Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau kegiatan yang terkait BI,” ujarnya.
Bantahan juga datang dari Hakam Naja dan Rizal Djalil, keduanya anggota Fraksi Reformasi. Hakam dan Rizal membantah telah menerima aliran dana dari BI sebesar Rp 250 juta. ”Saya tidak pernah menerima dana itu, baik yang diberikan oleh Bank Indonesia sendiri maupun oleh pihak yang mengatasnamakan Bank Indonesia,” tulis Hakam dalam surat tertulisnya yang diterima Kompas, Rabu.
Sedangkan Rizal dalam surat tertulisnya mengatakan, selain tidak pernah menerima aliran dana BI dari Hamka Yandhu, ia juga tak pernah diminta Hamka untuk membagikan atau mendistribusikan aliran dana BI kepada anggota Fraksi Reformasi lainnya.
Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch menyatakan, bantahan sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 sudah dapat diduga. ”Sangkal-menyangkal ini fenomena klasik. Yang penting, mereka yang disebut Hamka Yandhu telah menerima dana dari BI perlu diperiksa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk membuktikan kebenarannya,” ucap Emerson.

Usut tuntas
Secara terpisah, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan dukungannya atas pengusutan dugaan keterlibatan puluhan anggota DPR dalam kasus aliran dana BI.
Hidayat mengemukakan hal itu, Rabu, di sela-sela deklarasi delapan syarat komitmen kemasyarakatan yang ditandatangani 200 calon anggota legislatif Partai Keadilan Sejahtera (PKS), asal daerah pemilihan Jawa Tengah, di Kota Semarang.
Menurut Hidayat, kasus ini memang memprihatinkan, terlebih terdapat sejumlah tokoh yang duduk di dalam kabinet pemerintah, seperti halnya Paskah Suzetta dan MS Kaban. ”Kita berharap proses pengusutan di lembaga legislatif itu dapat tuntas,” katanya.
Pada deklarasi delapan komitmen masyarakat, Hidayat kembali mengingatkan bahwa Pemilu 2009 tetap menjadi tantangan besar bagi PKS untuk meningkatkan jumlah perolehan suara dibandingkan dengan Pemilu 2004. (SUT/NWO/WHO)

Kembali

Tidak ada komentar: