Ada Kejahatan Besar yang Belum Diungkap KPK
Diunduh dari Harian KOMPAS, Jumat, 8 Agustus 2008.
Diunduh dari Harian KOMPAS, Jumat, 8 Agustus 2008.
Jakarta, Kompas - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution mengaku kecewa dengan langkah penegakan hukum atas kasus aliran dana Bank Indonesia.
Penegak hukum hanya memfokuskan pada kasus suap-menyuap aliran dana BI dari pejabat BI kepada sejumlah anggota DPR. Padahal, ada kejahatan besar lainnya, di antaranya kasus manipulasi pembukuan Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) dan neraca BI, ketentuan BI mengenai Informasi tentang Nasabah (Know Your Customer), ketentuan mengenai pencucian uang (money laundering), dan pelanggaran Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Demikian disampaikan Anwar saat dihubungi Kompas seusai bertemu dengan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di ruang kerja Wapres, Jakarta, Kamis (7/8). Pertemuan dengan Wapres Kalla dilakukan tertutup sehingga tidak dipublikasikan kepada pers. Anwar pun mengaku pertemuannya dengan Wapres hanya membahas masalah audit tsunami yang menjadi perhatian lembaga audit negara-negara donor.
”Pengadilan yang berjalan sekarang nuansanya hanya fokus kepada kasus suap-menyuap. Padahal, ada kejahatan besar yang belum diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu kasus manipulasi pembukuan YPPI dan BI, pencucian uang, pelanggaran UU Yayasan dan ketentuan Know Your Customer BI,” ujar Anwar.
Menurut Anwar, laporan BPK kepada KPK sebenarnya sudah mengungkapkan empat kejahatan besar yang seharusnya bisa diungkap KPK. ”Jadi, bukan sekadar kasus suap-menyuap saja. Tetapi, BPK kan hanya mengungkapkan saja berdasarkan audit. Tindak lanjut penyidikan dan lainnya, bukan BPK yang melakukannya,” ujar Anwar.
Dalam laporan BPK kepada KPK, akhir 2006, disebutkan adanya penggunaan dana YPPI senilai Rp 68,5 miliar untuk pemberian bantuan hukum kepada mantan gubernur BI, mantan direksi BI, dan mantan deputi gubernur BI yang terlibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, kredit ekspor, dan kasus lain. Penggunaan dana itu berindikasikan menimbulkan sangkaan korupsi dan penyuapan karena YPPI dibentuk untuk bidang pendidikan.
YPPI diputuskan mengeluarkan dana Rp 100 miliar. Sebesar Rp 68,5 miliar digunakan untuk pemberian bantuan hukum dan Rp 31,5 miliar diserahkan kepada Komisi IX DPR Bidang Perbankan periode tahun 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI. Dana itu dikeluarkan tanpa mekanisme penerimaan dan pengeluaran resmi BI.
Paskah bantah isi kesaksian
Sementara itu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta menyatakan, semua informasi tentang dugaan keterlibatan dirinya dalam kasus aliran dana BI ke anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang muncul di pengadilan adalah tidak benar. Namun, dia menyerahkan penilaian akhir kepada majelis hakim.
”Kalau yang berkembang di Pengadilan (Khusus Tindak Pidana Korupsi) itu semua tidak benar. Iya (yang dinyatakan) di bawah sumpah juga. Namun, kalau kata-katanya, kan bukan dari saya,” kata Paskah di kantor KPK, Jakarta, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan ketika Paskah ditanya tentang isi kesaksian mantan Kepala Biro Humas BI Rizal Anwar Djafaara dan Kepala Perwakilan BI di New York Lucky Fathul Aziz Hadibrata di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Rabu lalu.
Dalam kesaksiannya, Rizal menyatakan, anggota DPR, Hamka Yandhu, yang sudah menjadi tersangka dalam perkara ini, pernah mengatakan kepadanya bahwa Paskah ingin bertemu dengan Gubernur BI (saat itu) Burhanuddin Abdullah.
(har/nwo)
[Kembali]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar